20 Tahun Lahan Terlantar, PT Star Tjemerlang Diduga Abaikan Izin Lokasi di Bogor

Lenterahukum21 ,Bogor, 8 Mei 2025 — Dugaan pelanggaran serius mencuat di Kabupaten Bogor. PT Star Tjemerlang Ltd, perusahaan pengembang perumahan yang telah beroperasi sejak 1971, dituding menelantarkan lahan seluas ratusan ribu meter persegi di Sukahati dan Karadenan sejak 1998.

Perusahaan ini mendapatkan perpanjangan izin lokasi berdasarkan SK Kepala Kantor Pertanahan Bogor No. 089/SK/1998 untuk membangun perumahan. Namun, selama hampir satu dekade—dari 1998 hingga 2007—lahan tersebut justru dibiarkan terbengkalai. Tak ada pembangunan, tak ada pemeliharaan. Padahal, hukum pertanahan mensyaratkan progres minimal 10% per tahun dalam masa izin.

PT Star Tjemerlang Ltd sempat dipimpin Burhanurai sebelum digantikan Roni Sikap Sinuraya pada 1994. Pada 2004, posisi direktur utama beralih ke Sonia Moniaga yang lantas memberikan kuasa proyek kepada Zulhen Arbain pada 2008. Zulhen kini menjadi salah satu sosok kunci dalam polemik ini.

Meskipun site plan sempat diajukan dan disetujui pada 2007—lalu direvisi kembali oleh Bupati Rahmat Yasin tahun 2009—data menunjukkan hanya sebagian kecil lahan, sekitar 165.408 m², yang masuk dalam site plan di Karadenan. Sisanya? Dibiarkan begitu saja hingga kini. Berdasarkan keterangan warga dan Zulhen sendiri, lahan-lahan di luar site plan itu terlantar selama lebih dari dua dekade.

Menurut Pasal 27 UUPA dan PP No. 20 Tahun 2021, lahan yang tak dimanfaatkan selama dua tahun bisa dikategorikan sebagai tanah terlantar dan otomatis kehilangan Hak Guna Bangunannya (HGB). Namun anehnya, BPN Kabupaten Bogor tetap menerbitkan dan memperpanjang HGB untuk PT Star Tjemerlang pada 2003/2004, padahal diduga tanpa izin lokasi dan site plan sah.

Tanpa izin yang lengkap, pembangunan perumahan tak bisa mendapatkan IMB maupun HGB yang legal. Artinya, status hukum atas lahan-lahan itu berada di zona abu-abu. Hingga kini, tak ada kejelasan dari pihak BPN maupun Pemkab Bogor soal tindak lanjutnya.

Mengacu pada hukum agraria, lahan yang dibiarkan tidur selama lebih dari dua tahun—apalagi 20 tahun—seharusnya dikembalikan ke negara. Gugurnya HGB bukan sekadar kemungkinan, tapi konsekuensi hukum. Yang jadi pertanyaan sekarang: siapa yang diuntungkan, dan siapa yang tutup mata.

(Riski)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *