Sen. Des 2nd, 2024

Depok – Proyek penataan inlet Kali Cipinang PP II yang berlokasi di Jalan Radar AURI, Mekarsari, Kecamatan Cimanggis, Depok, menuai sorotan.

Proyek senilai Rp936,4 juta yang didanai oleh APBD Kota Depok ini seharusnya berjalan sesuai standar Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan (K3).

Namun, temuan di lapangan menunjukkan pelanggaran serius terhadap aturan tersebut.

Ketika tim investigasi dari Jaringan Pengawas Kebijakan dan Pelayanan Publik Nasional (JPKPN), yang dipimpin Ahmad Fakih, mengunjungi lokasi proyek, ditemukan alat K3 hanya disimpan dalam plastik, tidak didistribusikan kepada para pekerja.

Saat dikonfirmasi, salah satu pekerja mengakui kelalaiannya, dengan enteng mengatakan, “Ya, saya lupa membagikan K3 ke para pekerja, dan sudah saya sampaikan, tapi tidak digubris.”

Respons Pelaksana Dipertanyakan
Upaya konfirmasi lebih lanjut dilakukan kepada pelaksana proyek, ElManto, melalui aplikasi WhatsApp.

Namun, respons yang diberikan dinilai kurang profesional dan terkesan menghindar dari inti permasalahan.

Sikap ini memunculkan pertanyaan besar terkait komitmen pelaksana dalam memastikan keselamatan pekerja.

Pentingnya Penerapan K3
K3 adalah elemen vital dalam proyek konstruksi, dirancang untuk melindungi keselamatan pekerja serta memastikan proyek berjalan tanpa hambatan.

Pelanggaran seperti ini tidak hanya membahayakan pekerja tetapi juga menunjukkan lemahnya pengawasan dari pihak pelaksana, PT Toba Duta Persada, dan konsultan supervisi, PT Antasena Nusacons Engineering.

Proyek dan Timeline
Proyek penataan inlet Kali Cipinang ini dimulai pada 4 Oktober 2024 dan dijadwalkan selesai pada 17 Desember 2024, dengan durasi 60 hari kalender.

Pelanggaran K3 di awal proyek ini dapat menjadi alarm bagi Pemerintah Kota Depok dan Dinas Pekerjaan Umum serta Penataan Ruang untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat.

Mendesak Evaluasi dan Penindakan
Pelanggaran seperti ini tidak bisa dianggap enteng.

Pemerintah perlu segera mengevaluasi pelaksanaan proyek ini dan memastikan semua pihak yang terlibat bertanggung jawab. Keselamatan pekerja adalah prioritas, bukan sekadar formalitas.

Jika dibiarkan, kelalaian seperti ini bisa berujung pada kecelakaan fatal yang seharusnya bisa dicegah.

Proyek-proyek pembangunan seperti ini seharusnya tidak hanya mengutamakan hasil, tetapi juga proses yang aman dan sesuai standar.

(Riski)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *